The Inspiring Quote

"Apabila engkau merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan terus kekal.
Sekiranya engkau bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan hilang dan dosa yang dilakukan akan terus kekal."
(Umar bin Al-Khathab)

Tuesday, February 5, 2013

Belajar Mawas Diri....


Beberapa hari yang lalu aku menyempatkan waktu menghadiri acara Maulud Nabi di masjid perumahan. Otomatis Conversation Class malem Minggu kuliburkan. Diacara itu ada serangkai kata yang diucapkan bapak ustadz dalam ceramahnya yang seharusnya disimpan dan dijadikan pelajaran berharga, yaitu “Barang siapa yang membuka aib dan mempermalukan saudaranya, maka anak keturunannya akan merasakan hal yang sama”. Bergidik juga mendengarkan kata-kata tersebut. Bayangkan, hanya karena mulut yang tak dapat terjaga, maka anak keturunan kita yang akan mempertanggungjawabkan di masa yang akan datang.
Kadang tanpa disadari, seseorang senang sekali menceritakan aib orang lain hingga hal yang sedetil-detilnya. Bahkan dalam dunia artis, aib itu adalah komoditi utama yang paling digemari pemirsa, hingga menjadi pergunjingan dari mulut ke mulut yang dapat memberi kepuasan bagi yang bercerita dan yang mendengar. Terlebih lagi jika cerita itu dibumbui hal-hal yang lebih bombastis, pasti akan semakin seru untuk terlena dalam menilai orang lain. Keasyikan tersebut menghapuskan logika bahwa manusia itu tidak pernah luput dari salah dan dosa untuk objek yang dibicarakan, maupun sang pembicara dan pendengar itu sendiri. Tapi jika sudah kadung menyenangkan, maka sang pembicara akan menempatkan diri sebagai orang yang sempurna tanpa cela dimuka bumi.

Lalu bagaimana jika aib tersebut menimpa pada anak cucu kita, dan kita tak dapat berbuat apa-apa untuk menutup mulut-mulut orang yang bergunjing atas anak cucu kita. Rasanya tidak adil jika perbuatan kita berefek negatif bagi keluarga kita yang tidak ikut melakukannya. Mungkin tidak menjadi masalah jika kita yang terkena dampaknya, karena berarti kita memetik karma kita sendiri. Tapi jika karma tersebut harus dituai oleh generasi penerus kita, rasanya hal ini menjadi tidak adil.
Saat ini, hidup bersosialisasi kadang menjadi kebablasan. Mulut-mulut pun sering bernyanyi secara bablas dalam membicarakan urusan orang lain. Yang ada menjadi lebih dihiperbola, dan yang tidak ada dikemas menjadi ada, lalu ditimpali. Padahal, sebenarnya tidak ada yang salah dengan bersosialisasi jika tidak keluar dari koridor yang seharusnya. Hanya satu faktor yang membuat sosialisasi itu menjadi menjengahkan, adalah mulut-mulut yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Cara terbaik untuk mengerem lidah didalam mulut kita untuk tidak menyanyi mendendangkan keburukan orang lain adalah dengan berkaca dan mawas diri. Lihat diri kita terlebih dahulu sebelum akhirnya kita harus menilai orang lain. Sudah benar-benar sempurna lahir batin kah diri kita dari segala hal yang diciptakan Allah SWT di muka bumi ini. Jika belum, maka berdiam dirilah. Saat bersosialisasi, berbicara lah hal-hal yang bermanfaat. Tak perlu ada distorsi topik untuk membicarakan orang ketiga yang bisa mengarah pada pergunjingan yang mengasyikkan untuk dibahas. Ingatlah, jika karma tidak mampir kepada kita, maka hal tersebut akan menanti pada anak cucu kita kelak. Jangan biarkan mereka bertanggung jawab untuk kekhilafan kita sendiri. Yuk, belajar mawas diri… J

No comments:

Post a Comment

Popular Posts

Pages