Dalam pertemanan, orang saling
berbeda pendapat adalah hal yang lazim. Berbeda pendapat dan saling menghormati
cara pikir tanpa perlu mengumbar-umbar perbedaan itu dengan pihak lain. Cukup saling
tahu dan saling mengerti. That’s all.
Tapi ternyata arti pertemanan
seperti itu tidak bisa diaplikasikan dalam lingkungan kerja. Saat perbedaan
pendapat mengemuka, maka perbedaan pendapat tersebut dapat dijadikan bahan
untuk mendiskreditkan orang lain, meski pada kenyataannya adalah temannya
sendiri. Perbedaan tersebut dijadikan ajang pembenaran suatu komunitas yang
terdekat dengan menjadikannya bahan diskusi dari belakang bersama modal pembenaran diri mereka tanpa
perlu melihat alasan dari pendapat orang yang bersangkutan. Dan otomatis, orang
yang tidak begitu dekat dengan komunitas tersebut, yang nota bene-nya orang
yang memiliki perbedaan tersebut menjadi pecundang yang dicibir secara
diam-diam. Dan tidak bisa dipungkiri…that’s the real life.
Akan sangat sulit menemukan
pertemanan yang akan saling mem-back up dalam sebuah lingkungan kerja. Banyak
orang berfikir benar dalam pola pikir mereka sendiri. Bahkan bila beberapa
kepala memiliki pola pikir yang saling mendekati, dipastikan orang yang berbeda
hanya akan menjadi bahan olokan yang tidak berkesesuaian dengan mereka. Dan
disinilah nilai pertemanan menjadi klise dan lebih cenderung penuh kepalsuan. Bersikap
menjadi teman saat didepan, namun dibelakang ketidaksesuaian tersebut dapat
menjadi bumbu penikmat yang mengasyikan dalam menegakkan kebenaran pola pikir mereka,
bahkan hingga mempengaruhi orang lain yang tak ikut masuk dalam perdebatan untuk
ikut berkoalisi meletakkan orang tersebut menjadi sosok satu-satunya orang yang
paling tepat untuk disalahkan di setiap sisi mana pun. And…that’s life…the real
life. Be careful! ;)
No comments:
Post a Comment