The Inspiring Quote

"Apabila engkau merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan terus kekal.
Sekiranya engkau bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan hilang dan dosa yang dilakukan akan terus kekal."
(Umar bin Al-Khathab)

Tuesday, February 5, 2013

"Cumiku Sayang Cumiku Malang"


Ceritanya Sabtu kemaren temanya weekend, nih. Tiba-tiba muncul inspirasi untuk masakin keluarga kecilku masakan ekstra cepat seperti biasanya, tapi dengan menu yang tidak biasanya dibikin.

“Yuuuur….!”, jam tujuh lewat seperti biasa mamang sayur lewat meneriakkan yel-yel khasnya buat menghipnotis para ibu-ibu mendekat. Tak ayal lagi, aku yang masih berpakaian santai ala rumahan langsung ganti jubah kebesaran yang selalu tergantung dibalik pintu. Tugasnya pun dalam membalut badanku hanya hitungan puluhan menit, alias buat beli sayur atau ke warung doang. Makanya tuh baju berpredikat ‘Anti Cuci’… :D
“Trap…trap…trap…!”, dengan semangat kudatangi mamang sayur buat searching apa kira-kira yang ingin kubikin hari ini. Setengah ling lung, akhirnya aku pilih cumi untuk uji coba hari ini. Pengen bikin pindang cumi seperti buatan mamaku, tapi rasanya malu harus investigasi mama lagi tiap mau masak cumi. Maklum, masak cumi itu terjadi ratusan tahun yang lalu… Twewew!
“Aha…!”, sebuah ide terlintas dibenakku, “Mang, tunggu disini! Jangan pergi dulu!”, pintaku dengan nada mengancam sambil berlari masuk ke dalam rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung masih ada netbook yang menyala sejak dipake anakku tadi malem. “tik…tik…tik…!”, kuketikkan kata ‘Pindang Cumi’ di sebuah search engine untuk mencari petunjuk resep praktis memasak cumi yang ingin kubeli. Setelah kudapat yang kuinginkan, kubaca sekilas tapi tak begitu menyimak dengan seksama. Clue-nya yang penting, bumbunya tidak terlalu njlimet.
Walhasil, cumi setengah kilo kubeli dengan bumbu dapur seadanya plus tempe yang siap jadi pengganti menu apabila si Pindang Cumi mendapatkan hasil akhir yang gagal. Narasi Pindang Cumi yang tadi tersaji dilayar netbook-ku tidak terperdulikan lagi. Pokoknya, lagi semangat aja ceritanya.
Sekarang kita masuk ke panggung kedua, alias dapur asal-asalanku. Berhubung dua anakku dah pada sekolah, de’ Acil sedang tertidur pulas dan ayahnya bersiap akan pergi ritual belajar mengajar di suatu kampus, maka aku pun siap untuk berjuang mati-matian dalam drama pembantaian cumi disini. Sorry, kalo cerita gak di-upgrade dengan makna yang ditinggikan setinggi-tingginya, tidak akan seru… :D
Setelah tulang cumi kucabut dengan penuh kasih sayang, maka dengan penuh keikhlasan pula tiap cumi kupotong menjadi tiga bagian. Kucuci bersih dan kusiapkan dalam suatu wadah. Tiba-tiba mataku melihat sebuah jeruk nipis yang menggodaku untuk membelahnya. Adegan pertama nalarku mengubah narasi resep yang tadi sempat kubaca, hanya karena pemikiranku ingat pada acara-acara yang masak yang sering ditayangkan ditelevisi, bahwa jeruk nipis akan menghilangkan aroma amis pada hewan-hewan air yang akan dimasak. Maka, terjadilah pelencengan jalan cerita. Potongan cumi yang terkapar itu kusirami dengan perasan jeruk nipis. “Semoga nanti tidak ada rasa yang berubah,” ujarku dengan H2C alias harap-harap cemas.

Sepengingatanku…hm aku suka dengan kosa kata ini, meski pastinya gak termasuk dalam hukum eyd…aku harus ulek bawang merah dan bawang putih. Tapiiiiii….aku lupa beli bawang putih, gimana dong? Ah, what ever-lah, tak ada bawang putih, bawang merah pun bisa mandiri dalam memberi cita rasa. Yuk mari! Akhirnya, teruleklah si bawang merah hingga membuatku menitikkan air mata haru, lalu kucemplungkan seujung jari kunyit agar sang bawang tidak kesepian.
Serentak kulirik bumbu dapur yang tersisa, aku ingat bahwa bumbu ulek harus ditumis daun jeruk dan lengkuas yang dimemarkan. Ah, aku ingat petuah mama kalo masakan itu akan enak jika dimasukan unsur jahe didalamnya. “Hm, mengapa tidak…”, seringaiku penuh arti. Maka bumbu ulekan pun semakin membias dari resep yang sebenarnya.
Sekarang adegan terakhir dalam acara cumi-cumian ini. Wajan kupanaskan dengan menuangkan sedikit minyak sayur untuk menumis. “Trap!”, bumbu ulekpun menjadi pioneer nyemplung didalam minyak panas. Setelah dioseng-oseng agak lama dan aroma wanginya mulai terasa, daun jeruk dan lengkuas pun menyusul dengan gembira. Hingga akhirnya pelaku utama ikut terjun dalam berkorban, si cumi-cumi jeruk. Dan sebagai pelengkapnya, semangkok air, garam dan penyedap rasa ikut mewarnai warna-warni hidup.

Tapi rasanya kurang seru kalo ga ada sambel kebesaran hari ini. Yuk, kita petik cabe, iris tomat, dan siapkan terasi untuk digoreng sebentar sembari menunggu cuminya mateng. “Gujlek…gujlek…gujlek…!” dalam hitungan menit sambel penambah nafsu makan pun tersedia dengan sukses. Dibarengi Pindang Cumi ala Ms. Ntha…hohohoho. Tempenya tidak usah di-follow up dulu. Kalo testimoni sang pindang memuaskan, si Tempe bisa berguna untuk nanti sore.
Untuk tester pertama, Acil yang tadinya sudah bangun dan nonton TV kupanggil. Tanpa ba bi bu, sepotong cumi yang sudah kudinginkan kujejalkan kemulutnya agar dia tak melihat. Karena yang kutahu dia paling anti makan cumi kalo kita beli menu itu dari warung makan. Wuah…matanya mengerjap keenakan. Seperti biasa dia selalu bilang untuk tiap masakan yang kubikin, “Mama, besok masak itu lagi, yah. Atil suka”. Alhamdulillah, itu pertanda bagus untuk selera makan siang ini.

 Dan ternyata benar saudara-saudara…setelah anak-anakku sudah berkumpul semua, semuanya kasih jempol untuk Pindang Cumi-ku. Bahkan kaka Ota yang selalu bilang anti makan cumi pun tidak berkutik untuk minta lagi dan minta lagi. Apalagi kaka Awa, tak terhitung lagi berapa kali dia mencuri kesempatan ke dapur hanya untuk mencicipi kuah cumi yang terpajang didalam panci diatas kompor. Walhasil, hari ini satu kilo beras yang kumasak langsung amblas tak bersisa.
Cumaaaaa, suamiku yang biasanya doyan cumi merasa aneh dengan masakanku kali ini. Padahal biasanya dia selalu tanpa komentar tiap makan masakanku. Ternyata, dia tahu ada bumbu yang seharusnya tidak masuk dalam resep tercantum ditayangan edisi cumiku kali ini. Hahahaha….ga pa pa lah. Kasih komentar, tapi makannya nambah juga, toh… :D
Finally, begitulah akhir cerita dongeng Cumi ala Ms. Ntha kali ini. Jika suatu pekerjaan dilaksanakan secara ikhlas dan gak neko-neko, insya Allah hasil akhirnya pasti memuaskan. Hm, kira-kira weekend ini aku kerasukan jin masak lagi, kah….?We'll see... ;)

1 comment:

  1. lbh mantaffff lg bila airnyo da' usah byk2 kalo kt bahasa EYD ku air sedikit agak cemek2. (lagian kshan cumi 1/2 kg kalo airnyo byk) .....:D

    ReplyDelete

Popular Posts

Pages